Pengertian
Kemiskinan
Kemiskinan
adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan
dasar seperti seperti makanan, pakaian, pendidikan, kesehatan, dll. Kemiskinan
dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya
akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan kadang juga berarti tidak
adanya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan yang mampu mengatasi masalah
kemiskinan dan mendapatkan kehormatan yang layak sebagai warganegara
Kemiskinan
menurut Suparlan (1995:11) didefinisikan
sebagai standar tingkat hidup yang rendah,yaitu adanya suatu tingkat kekurangan
materi pada sejumlah atau golongan orang dibandingkan dengan standar hidup yang
berlaku dalam masyarakat bersangkutan. terhadap tingkat kesehatan,
kehidupanmoral dan rasa harga diri dari mereka yang tergolong orang miskin.
Sejarah
luas, fenomena kemiskinan terjadi karena ada dua faktor, antara lain merosotnya
kekuatan ekonomi sebuah negara sehingga terjadi ketidakstabilan ekonomi, atau
juga memang negara tersebut sudah miskin. Ragnar Nurkse (dalam Sukirno,
2017:113) menyatakan bahwa sebuah negara
adalah miskin karena merupakan negara miskin (A country is poor because it is
poor).
Pernyataan
tersebut bisa digambarkan sebagai sebuah rangkaian ketidak milikan sebuah negara
akan sumber daya penunjang ekonomi, seperti sumber daya alam dan manusia. Teori
ini menjelaskan bahwa adanya sebuah konsep melingkar yang pada akhirnya tidak
berujung. Satu kejadian atau faktor akan beruntun membuat sebuah kejadian baru
yang sama-sama tidak memiliki keuntungan, dan terus berulang sampai ke kejadian
yang pertama muncul, dan terus berulang.
Teori Lingkaran
Kemiskinan
Kemiskinan
yang terjadi bisa menjadi sebuah awal atau juga sebuah akhir dari sebuah fase.
Kemiskinan akan berpengaruh ke rendahnya pendidikan yang di dapat serta
kesehatan yang minim. Pendidikan yang rendah akan berpengaruh ke pendapatan
yang bisa diterima ketika memasuki dunia kerja dan kesehatan yang buruk karena
suplai serta lingkungan yang tidak mendukung membuat produktivitas rendah
dikarenakan sering sakit-sakitan. Maka kesehatan yang rendah harus mengeluarkan
banyak biaya sebagai biaya pengganti seperti membeli obat atau biaya kesehatan
lainnya. Pada akhirnya dengan penerimaan bersih yang diterima kurang cukup,
kebutuhan lainnya tidak mampu terpenuhi dan dapat dikategorikan miskin.
Penyebab
Kemiskinan
Nugroho
dan Dahuri (2004:165) menyatakan bahwa
kemiskinan di dalam masyarakat dikarenakan oleh beberapa sebab yaitu sebagai
berikut:
Kemiskinan
natural disebabkan keterbatasan kualitas sumber daya alam maupun sumber daya
manusia. Kemiskinan struktural disebabkan secara langsung maupun tidak langsung
oleh berbagai kebijakan, peraturan, dan keputusan dalam pembangunan, kemiskinan
ini umumnya dapat dikenali dari transformasi ekonomi yang berjalan tidak
seimbang. Kemiskinan kultural adalah kemiskinan yang lebih banyak disebabkan
sikap individu dalam masyarakat yang mencerminkan gaya hidup, perilaku, atau
budaya yang menjebak dirinya dalam kemiskinan. Dengan kata lain, seseorang
dikatakan miskin jika dan hanya jika tingkat pendapatannya tidak memungkinkan
orang tersebut untuk mentaati tata nilai dan norma dalam masyarakatnya.
Jika
diuraikan pernyataan diatas, maka bisa dibagi menjadi dua faktor penyebab kemiskinan,
yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah penyebab
kemiskinan yang potensinya berasal dari diri seseorang dan atau keluarga serta
lingkungan sekitarnya. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang berkaitan
dengan kebijakan pemerintah dan situasi lain yang berpotensi membuat seseorang
jatuh miskin seperti kekurangan bahan baku atau bencana alam.
Mengukur
Kemiskinan
Kemiskinan
adalah indikator salah satu indikator sehatnya perekonomian sebuah negara. Ada
beberapa pendekatan untuk mengukur kemiskinan sebuah negara. Pendekatan yang
digunakan adalah pendekatan relatif dan pendekatan absolut. Menurut Nugroho dan
Dahuri (2004) , pendekatan relatif adalah pendekatan yang melihat faktor lain
sebagai penentu seperti subsidi atau distribusi yang dilakukan negara.
Sedangkan pendekatan absolut adalah mereka yang tidak bisa memenuhi kebutuhan
pokok mereka seperti kekurangan pendapatan, dll.
Sedangkan
menurut Badan Pusat Statistik, mengukur kemiskinan bisa dengan menggunakan
konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan
pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi
untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi
pengeluaran. Metode yang digunakan adalah dengan menghitung garis kemiskinan
(GK) yang terdiri dari dua komponen, yaitu garis kemiskinan makanan (GKM) dan
garis kemiskinan bukan-makanan(GKBM). Penghitungan GK dilakukan secara terpisah
untuk daerah perkotaan dan perdesaan. GKM merupakan nilai pengeluaran kebutuhan
minimum makanan yang disetarakan dengan 2. 100 kilo kalori per kapita perhari.
Sedangkan GKBM adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan,
dan kesehatan .
Gambaran Umum
Kemiskinan Di Indonesia
Kemiskinan
adalah masalah ekonomi yang pasti dialami oleh semua negara termasuk Indonesia
sebagai negara dengan kategori negara berkembang. Upaya sebuah negara berubah
menjadi semakin maju tidak berarti tidak meninggalkan masalah. Kemiskinan
adalah sebuah masalah sensitif karena melibatkan banyak sekali unsur di
dalamnya, bahkan tidak hanya masalah keuangan atau ekonomi, tetapi juga
merembet ke permasalahan perbedaan status sosial dan SARA sehingga kemiskinan
adalah sebuah permasalahan yang bersifat multi dimensional. Maksudnya adalah
kemiskinan memiliki banyak aspek primer yang berupa miskin secara aset, organisasi
sosial politik, pengetahuan dan keterampilan serta aspek sekunder yang berupa
miskin akan relasi, sumber-sumber keuangan dan informasi. Dimensi-dimensi
kemiskinan tersebut dapat ditemui dalam bentuk kekurangan gizi, air, perumahan
yang sehat, pelayanan kesehatan yang kurang memadai dan tingkat pendidikan yang
rendah. Selain itu, dimensi-dimensi kemiskinan saling berkaitan baik secara
langsung maupun tidak langsung.
Fenomena
kemiskinan sendiri berkaitan erat dengan konsep dan permasalahan ketidak adilan
dan disintegrasi kelompok, menunjuk pada sebuah jalinan konsep yang memberi
sebuah pengertian yang saling berkait satu sama lain. Masing-masing konsep bisa
dilihat secara tunggal dengan pengertian tersendiri atau analisis saling
keterkaitan atau keterhubungan satu dengan lainnya dalam konteks kausalitas.
Kemiskinan bisa terjadi karena adanya ketidak adilan di masyarakat yang dapat
mengganggu rasa kebersamaan, atau karena perlakuan yang tidak adil dalam
perlakuan/pemerataan, ada masyarakat yang merasa miskin dalam berbagai hal yang
berakibat pada pertentangan dan perpecahan .
Secara
umum Indonesia adalah negara yang sedang berproses menuju negara industri yang
maju. Hal ini ditandai dengan sedikitnya efek yang diterima ketika terjadi
krisis ekonomi global tahun 2008 kemarin, tepat di belakang negara-negara
industri besar dunia seperti Cina dan India. Namun bagaimanapun Indonesia
tetaplah negara berkembang yang memiliki permasalahan ekonomi termasuk
kemiskinan. Indonesia memiliki ciri-ciri sebagaimana karakter yang ada di
negara-negara dunia ketiga lainnya. J. W. Schrool (1981:232) menjelaskan bahwa ada 15 ciri-ciri negara
berkembang, yaitu:
1. Tidak cukup makan, dengan batasa kurang
dari 2. 500 kalori
2. Struktur agraria lemah karena pembagian
tanah milik yang tidak baik, sehingga seorang petani hanya memiliki tanah yang
tidak begitu luas.
3. Industri kurang berkembang, karena
kecilnya persentase penduduk yang bekerja di sektor industri.
4. Tidak banyak menggunakan tenaga mesin
dan masih menggunakan tenaga manusia atau hewan.
5. Ketergantungan ekonomi tinggi,
khususnya pada bantuan luar negeri
6. Perkambangan sektor perdagangan dan
pelayanan terlalu maju, tidak seimbang dengan sektor pertanian dan industri.
7. Struktur sosial terbelakang dan belum
sesuai dengan masyarakat modern
8. Kelas menengah tidak begitu maju
sehingga tidak ada yang memanikan peranan penting dalam perkambangan
perekonomian.
9. Pengangguran terbuka dan pengangguran
terselubung jumlahnya besar.
10. Tingkat pengajaran rendah sehingga angka
buta huruf masih tinggi.
11. Mutu pengajaran juga rendah karena tidak
ada perencanaan yang baik.
12. Angka kelahiran tinggi.
13. Keadaan kesehatan jelek, ditandai dengan
angka kematian yang cukup tinggi sehingga berpengaruh juga terhadap produksi.
14. Orientasi kepada tradisi dan kepada
kelompok.
15. Sikap kerja tidak mengandung cita-cita
untuk bekerja secara mantap dan terus menerus
Sejak
pemerintahan zaman orde lama hingga pasca reformasi, ada beberapa moment
krusial tentang kemiskinan yang terjadi di Indonesia. Seperti di zaman Orde
Baru pimpinan Soeharto. Pasca turunnya Soekarno dan diangkatnya Soeharto
sebagai Presiden, beliau mencangkan program-program pembentuk ekonomi rakyat
dengan cita-cita membentuk Indonesia sebagai negara dengan spesialisasi
tertentu dan terwujud ide untuk melakukan swasembada pangan (beras). Dengan
kondisi Indonesia sebagai negara agraris, Soeharto membentuk Indonesia sebagai
negara swasembada beras dunia, yang diikuti oleh pujian oleh khalayak dunia.
Tidak hanya itu, Soeharto juga membuat beberapa kebijakan kesejahteraan sosial
seperti Pelita (Pembangunan Lima Tahun) serta Kredit Usaha Tani.
Secara
gasir besar, sumber-sumber program-program pembangunan yang Soeharto buat
adalah dari pinjaman-pinjaman luar negeri seperti IMF dan Consultative Group on
Indonesia, sebuah organisasi negara kreditor untuk Indonesia yang di sponsori
oleh Perancis. Selain itu, Indonesia mendapat bantuan dari lembaga
internasional lainnya yang berada dibawah PBB seperti UNICEF, UNESCO dan WHO.
Namun sayangnya, kegagalan manajemen ekonomi yang bertumpu dalam sistem trickle
down effect (menetes ke bawah) yang mementingkan pertumbuhan dan pengelolaan
ekonomi pada segelintir kalangan serta buruknya manajemen ekonomi perdagangan
industri dan keuangan (EKUIN) pemerintah, membuat Indonesia akhirnya bergantung
pada donor Internasional terutama paska Krisis 1997.
Faktor Yang
Mempengaruhi Kemiskinan di Indonesia
1. Tingkat Pendidikan Yang
Dituntaskan Penduduk
Indikator
bahwa kemiskinan semakin banyak adalah dengan sulitanya mengakses pendidikan
dan berimbas kepada rendahnya kualitas sumber daya manusia. Sebagai contoh,
hasil penelitian Cameron (2000) tentang
kemiskinan di Jawa Barat yang menyimpulkan bahwa pengurangan kemiskinan
diasosiasikan dengan meningkatnya pencapaian pendidikan dan peningkatan
pendapatan dari tenaga kerja terdidik.
Pendidikan
adalah faktor penting dalam upaya pengentasan kemiskinan. Pendidikan memberikan
stimulus daya saing bagi individu untuk bisa menambah nilai jual sehingga bisa
mendapat penghasilan yang lebih dan memenuhi kebutuhan pokok. Dan dari tahun ke
tahun, Indonesia mengalami pengurangan jumlah penduduk yang buta huruf.
Dengan
program pendidikan yang dicanangkan pemerintah yaitu wajib belajar 12 tahun,
serta digratiskannya biaya sekolah untuk jenjang Sekolah Dasar dan Sekolah
Menengah Pertama berpengaruh terhadap presentase penduduk buta huruf. Selain
itu dengan pendidikan yang semakin membaik, Indonesia juga tercatat membaik di The
Global Competitiveness Report 2013-2014 (laporan tahunan daya saing global
tahun 2013-2014) yang dibuat oleh World Economic Forum (WEF) menempatkan
Indonesia pada posisi ke 38 dari 148 negara di dunia. Pada kawasan ASEAN posisi
daya saing Indonesia berada posisi kelima di bawah Singapura, Malaysia, Brunei
dan Thailand.
Namun
jika situasi ini tidak dipertahankan, Indonesia akan kembali mundur secara
progress. Kebijakan-kebijakan pemerintah terhadap pendidikan seperti kurikulum
dan hal-hal teknis lainnya bisa berpengaruh kepada minat masyarakat untuk
mengenyam pendidikan. Hal ini menjadi krusial karena pendidikan adalah sumber
dari daya saing sebuah negara.
2. Budaya Miskin
Kebudayaan
kemiskinan bisa terwujud dalam situasi ekonomi yang banyak dipengaruhi oleh
status sosial, berkembangnya sistem ekonomi uang, buruh upahan, dan sistem
produksi untuk keuntungan. Demikian juga pada masyarakat yang mempunyai
institusi sosial yang lemah untuk mengontrol dan memecahkan masalah sosial dan
kependudukan, yang berdampak pada pertumbuhan tinggi dan pengangguran juga tinggi.
Menurut
Astika (2010), budaya kemiskinan merupakan suatu adaptasi atau penyesuaian dan
reaksi kaum miskin terhadap kedudukan marginal mereka dalam massyarakat yang
berstrata kelas, sangat individualistis berciri kapitalisme. Sehingga yang
mempunyai kemungkinan besar untuk memiliki kebudayaan kemiskinan adalah
kelompok masyarakat yang berstrata rendah, mengalami perubahan sosial yang
drastik yang ditunjukkan oleh ciri-ciri :
1. Kurang efektifnya partisipasi dan
integrasi kaum miskin kedalam lembaga-lembaga utama masarakat, yang berakibat
munculnya rasa ketakutan, kecurigan tinggi, apatis dan perpecahan;
2. Pada tingkat komunitas local secara
fisik ditemui rumah-rumah dan pemukiman kumuh, penuh sesak, bergerombol, dan
rendahnya tingkat organisasi diluar keluarga inti dan keluarga luas;
3. Pada tingkat keluarga ditandai oleh
masa kanak-kanak yang singkat dan kurang pengasuhan oleh orang tua, cepat
dewasa, atau perkawinan usia dini, tingginya angka perpisahan keluarga, dan
kecenderungan terbentuknya keluarga matrilineal dan dominannya peran sanak
keluarga ibu pada anak-anaaknya;
4. Pada tingkat individu dengan ciri yang
menonjol adalah kuatnya perasaan tidak berharga, tidak berdaya, ketergantungan
yang tinggi dan rasa rendah diri;
5. Tingginya (rasa) tingkat kesengsaraan,
karena beratnya penderitaan ibu, lemahnya struktur pribadi, kurangnya kendali
diri dan dorongan nafsu, kuatnya orientasi masa kini, dan kekurang sabaran
dalam hal menunda keinginan dan rencana masa depan, perasaan pasrah/tidak
berguna, tingginya anggapan terhadap keunggulan lelaki, dan berbagai jenis
penyakit kejiwaan lainnya;
6. Kebudayaan kemiskinan juga membentuk
orientasi yang sempit dari kelompoknya, mereka hanya mengetahui
kesulitankesulitan, kondisi setempat, lingkungan tetangga dan cara hidup mereka
sendiri saja, tidak adanya kesadaran kelas walau mereka sangat sensitif
terhadap perbedaanperbedaan status;
Karena
berbagai kegiatan yang dilakukan dalam kehidupan para warga kelompoktersebut
dirasakan sebagai suatu hal yang biasa(sebagai fenomena biasa dalam kehidupan
keseharian mereka). Pada kondisi seperti itu tidakada yang diacu untuk pamer,
sehingga diantaramereka tidak ada perasaan saling berbeda, yang dapat
menimbulkan perasaan malu. Dalamkeadaan demikian, maka kemiskinan terwujuddalam
berbagai cara-cara mereka memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka untuk dapat
hidup. Di kalangan masyarakat/kelompok yangberada dalam kondisi miskin seperti
itu, berkembang suatu pedoman bagi kehidupanmereka yang diyakini kebenaran
dankegunaannya yang dilandasi oleh kemiskinan yang mereka derita bersama.
Pedoman atau kiatkiatuntuk menghadapi fenomena miskin sepertiitu kemudian
melahirkan model-model adaptasimereka menghadapi kemiskinan.
3. Regulasi Pemerintah
Pemerintah
sebagai pemangku kebijakan bisa menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya
kemiskinan. Regulasi yang dibuat tidak mungkin tanpa pemikiran serta analisis
yang matang, namun tidak jarang berdampak kepada berkurangnya pendapatan
masyarakat tertentu yang berujung kepada kemiskinan. Fenomena yang bisa diambil
contoh adalah pembatasan peredaran tembakau dan produk berbahan dasar tembakau.
Regulasi ini jelas berpengaruh besar kepada para petani tembakau dan
perusahaan-perusahaan yang mengelola tembakau sebagai bahan baku utama
produksi. Dampak jauhnya adalah regulasi ini berpotensi menimbulkan kemiskinan
struktural.
Menurut
Suharto(2008:18) , kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang terjadi bukan
dikarenakan ketidakmampuan si miskin untuk bekerja (malas), melainkan karena
ketidakmampuan sistem dan struktur sosial dalam menyediakan
kesempatan-kesempatan yang memungkinkan si miskin dapat bekerja.
Dengan
regulasi yang dibuat pemerintah, tidak semua situasi yang diharapkan kedepannya
bisa diterima. Regulasi yang tidak menunjang sebagian pihak akan membuat
kesalahan kebijakan yang berujung kepada kerugian negara untuk kembali
menanggulangi masalah baru, dalam hal ini kemiskinan adalah salah satu penentu
indikator daya saing sebuah negara.
4. Kesempatan Kerja Kurang Memadai
Keadaan
atau kondisi kependudukan yang ada sangat mempengaruhi dinamika pembangunan
yang sedang dilaksanakan oleh pemerintah. Jumlah penduduk yang besar, jika
diikuti dengan dengan kualitas penduduk yang memadai, akan menjadi pendorong
bagi pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya, jumlah penduduk yang besar jika diikuti
dengan kualitas yang rendah, menjadikan penduduk tersebut sebagai beban bagi
pembangunan nasional.
Banyaknya
tenaga kerja yang terserap oleh suatu sektor perekonomian, dapat digunakan
untuk menggambarkan daya serap sektor perekonomian tersebut terhadap angkatan
kerja. Sepanjang sejarah, pertambahan penduduk merupakan sumber terpenting atas
bertambahnya output yang dinikmati seluruh dunia. Jumlah penduduk yang
meningkat hampir selalu mengarah pada naiknya total output.
Namun
ketika jumlah penduduk bertambah dan tidak di imbangi dengan kesempatan kerja
yang rendah maka akan menimbulkan kemerosotan ekonomi karena akan berdampak
kepada bertambahnya jumlah pengangguran. Pengangguran terjadi kepada tidak
hanya mereka yang tidak berpendidikan, namun juga mereka yang terdidik secara
formal. Menurut Sadono Sukirno (2004 : 84) , pengangguran adalah suatu keadaan
di mana seseorang yang tergolong dalam angkatan kerja ingin mendapatkan
pekerjaan tetapi belum dapat memperolehnya. Seseorang yang tidak bekerja,
tetapi tidak secara aktif mencari pekerjaan tidak tergolong sebagai penganggur.
Faktor utama yang menimbulkan pengangguran adalah kekurangan pengeluaran
agregat.
Sementara dengan rendahnya penyerapan tenaga kerja
muncul masalah baru dengan berubahnya status seseorang menjadi pengangguran.
Menurut Gregory Mankiw (2006 : 154) , pengangguran adalah masalah makroekonomi
yang mempengaruhi manusia secara langsung dan merupakan masalah yang paling
berat. Bagi kebanyakan orang, kehilangan pekerjaan berari penurunan standar
kehidupan dan tekanan psikologis. Kesempatan kerja berdampak beruntun,
bertahapn, dan luas.
5. Distribusi Pendapatan Tidak Merata
Distribusi
pendapatan nasional merupakan unsur penting untuk mengetahui tinggi atau
rendahnya kesejahteraan atau kemakmuran suatu negara. Distribusi pendapatan
yang merata kepada masyarakat akan mampu menciptakan perubahan dan perbaikan
suatu negara seperti peningkatan pertumbuhan ekonomi, pengentasan kemiskinan,
mengurangi pengangguran, dan sebagainya. Sebaliknya, jika distribusi pendapatan
nasional tidak merata, maka perubahan atau perbaikan suatu negara tidak akan
tercapai, hal seperti ini yang akan menunjukkan adanya ketimpangan distribusi
pendapatan.
Isu
tidak meratanya distribusi pendapatan adalah salah satu yang hangat dibicarakan
karena membuat kondisi masyarakat seolah-olah dipertanyakan. Maksudnya adalah
dengan tidak meratanya distribusi pendapatan, ada potensi hak yang layak
diterima masyarakat tidak sepenuhnya diterima dan bisa menimbulkan keresahan
bahkan konflik. Mungkin banyak pertanyaan tentang kebijakan pemerintah terkait
peningkatan kesejahteraan, contohnya soal pendidikan atau kesehata ; Apakah
keberhasilan pembangunan bidang pendidikan dan kesehatan, misalnya, dinikamati
juga oleh masyarakat kurang mampu?
6. Ketidakstabilan Politik
Stabilisasi
perekonomian dari suatu negara sangat jelas dipengaruhi oleh faktor politik dan
keamanan, yang juga sangat penting ketimbang variabel ekonomi makro lainnya.
Tanpa stabilitas politik dan keamanan yang kondusif dari suatu negara, ekonomi
tidak akan bisa berbuat banyak terutama dalam hubungannya dengan posisi dari
suatu negara dalam memperbaiki variabel-variabel ekonomi.
Apabila
situasi politik memanas maka perekonomian Indonesia akan terkena dampaknya.
Jika merujuk kepada sejarah, ketidakstabilan politik terlihat jelas berdampak
kepada perekonomian di tahun 1997-1999. Gagalnya manajemen di zaman
pemerintahan Soeharto membuat hutang luar negeri sulit dibayar. Belum lagi
lamanya durasi Soeharto saat menjabat sebagai presiden yang dianggap sebagai
pemimpin yang otoriter memaksa rakyat menggulingkan Soeharto dari kursi
presiden.
Pada
saat seorang kepala negara dijatuhkan akibat ketidakmampuannya menanggulangi
masalah yang ada membuat sentiment negatif dari asing. Perekonomian anjlok,
nilai tukar rupiah terhadap dollar melemah, dan investor enggan untuk
menanamkan modal di Indonesia karena melihat kepala negara Indonesia, sebagai
seorang yang bertugas membuat keputusan sekaligus sebagai representasi negara
tidak ada untuk menjalankan kewajibannya sehingga Indonesia menjadi negara yang
tidak direkomendasikan untuk di buat sebagai tempat investasi.
Tidak
hanya perekonomian, ketidakstabilan merembet ke hal-hal lain seperti
kriminalitas dan SARA yang jika ditarik benang merahnya, semua konflik bangkit
justru bermuara kepada motif ekonomi. Kriminalitas dimana-mana, penjarahan
toko-toko dari pengusaha keturunan etnis Tionghoa, serta kekerasan lain yang
dampaknya memperburuk situasi perekonomian Indonesia.
Sekarang,
percikan-percikan kecil mulai kembali memantik ketika Pilpres kemarin
menyisakan dua kandidat calon presiden. Ibarat babak adu pinalti, satu pihak
pasti menang dan satu harus menerima kekalahan. Persaingan yang terus berlanjut
hingga ke ranah-ranah yang jika dikuasai atas nama kepentingan, maka akan
muncul regulasi-regulasi yang kurang ideal kedepannya. Sangat sulit menjauhkan
kemiskinan dengan situasi politik.
Dampak kemiskinan antara lain :
1.
Kriminalitas
Salah satu faktor terjadinya kriminalitas adalah
kemiskinan,mengapa? Karena saat seseorang tidak mempunyai penghasilan sementara
dia harus memenuhi kebutuhan hidupnya, maka ia akan melakukan berbagai hal
termasuk tindakan kriminal,seperti pencurian, perampokan bahkan hingga
pembunuhan.
2.Tingkat
pendidikan rendah
Dampak lain dari kemiskinan yaitu tingkat pendidikan
yang rendah, hal ini dikarenakan pendidikan itu membutuhkan biaya yang tidak
sedikit,dan pasti akan menyulitkan rakyat miskin,walaupun pemerintah sudah
memberikan berbagai bantuan bahkan hingga pendidikan gratis dari sd hingga sltp
hingga saat ini,tapi tetap saja belum memaksimalkan pendidikan untuk kalangan
miskin,dan hal ini akan terus berdampak pada meningkatnya kemiskinan jika
tingkat pendidikan tetap rendah.
3.Tingkat
kesehatan rendah dan meningkatnya angka kematian
Kemiskinan juga menyebabkan rendahnya tingkat
kesehatan sehingga membuat tingginya angka kematian,hal ini dikarenakan biaya
untuk kesehatan,sebagaimana slogan "sehat itu mahal" memang benar
slogan tersebut, sehingga masyarakat miskin akan merasakan betapa beratnya
biaya rumah sakit,sehingga mereka tidak bisa berobat kerumah sakit dikarenakan
faktor biaya.,selain itu kemiskinan juga menyebabkan buruknya kesehatan pada bayi
dan balita yang membutuhka banyak asupan gizi,sedangkan orang tua mereka tidak
mempunyai materi yang cukup untuk memenuhi hal tersebut,sehingga banyak
terdapat bayi yang lahir cacat karena kurangnya asupan giza saat dalam
kandungan..,serta banyak balita hingga anak usia pertumbuhan terkena busung
lapar,dikarenaka tidak memadainya asupan makanan mereka,tentu saja kita sudah
tahu tentang hal ini dari berita-berita di media massa.
SUMBER:
BalasHapusThank infonya. Oiya ngomongin kemiskinan, ternyata ada loh sejumlah miliarder di dunia ini yang kerap menghambur-hamburkan uang dan berujung pada kebangkrutan. Siapa saja mereka? Cek di sini ya: Miris, 5 miliarder ini akhirnya jatuh miskin