Definisi UKM
Usaha
Kecil Menengah adalah sebuah bangunan usaha yang berskala kecil. Umumnya, ia
dimiliki oleh perseorangan maupun kelompok. Bidang yang digarap oleh Usaha
Kecil Menengah antara lain: toko kelontong, salon kecantikan, restoran,
kerajinan, dan lain-lain. Biasanya usaha tersebut digagas oleh satu atau dua
orang pendiri.
Definisi
UKM itu sangat berbeda di tempat yang berlainan. Berbagai negara memiliki
definisi mereka sendiri mengenai ukuran bisnis yang bisa dikategorikan sebagai
usaha kecil menengah. Dengan pengkategorian tersebut, jenis bisnis skala kecil
ini memiliki hak dan kewajiban khusus berkaitan dengan legalitas status
perusahaan dan besaran pajak yang harus dibayarkan pada pemerintah. Di
Australia, batas jumlah pekerjanya ialah 15 (lima belas) orang. Sedangkan di
Amerika Serikat, bisnis jenis ini bisa mempekerjakan hingga 500 karyawan.
Demikianlah definisi UKM.
Kelebihan
UKM
Dengan
ukurannya yang kecil – dan tentunya fleksibilitas yang tinggi, usaha kecil
menengah memiliki berbagai kelebihan, terutama dalam segi pembentukan dan
operasional. definisi UKM memiliki kontribusi besar bagi bergulirnya roda
ekonomi suatu negeri, bukan hanya karena ia adalah benih yang memampukan
tumbuhnya bisnis besar, melainkan juga karena ia menyediakan layanan tertentu
bagi masyarakat yang bagi bisnis besar dinilai kurang efisien secara biaya.
Berikut adalah beberapa kelebihan
UKM:
1.
Fleksibilitas Operasional
Usaha
kecil menengah biasanya dikelola oleh tim kecil yang masing-masing anggotanya
memiliki wewenang untuk menentukan keputusan. Hal ini membuat definisi UKM
lebih fleksibel dalam operasional kesehariannya. Kecepatan reaksi bisnis ini
terhadap segala perubahan (misalnya: pergeseran selera konsumen, trend produk,
dll.) cukup tinggi, sehingga bisnis skala kecil ini lebih kompetitif.
2.
Kecepatan Inovasi
Dengan
tidak adanya hirarki pengorganisasian dan kontrol dalam Definisi UKM,
produk-produk dan ide-ide baru dapat dirancang, digarap, dan diluncurkan dengan
segera. Meski ide cemerlang itu berasal dari pemikiran karyawan – bukan pemilik
– kedekatan diantara mereka membuat gagasan tersebut cenderung lebih mudah
didengar, diterima, dan dieksekusi.
3.
Struktur Biaya Rendah
Kebanyakan
usaha kecil menengah tidak punya ruang kerja khusus di kompleks-kompleks perkantoran.
Sebagian dijalankan di rumah dengan anggota keluarga sendiri sebagai
pekerjanya. Hal ini mengurangi biaya ekstra (overhead) dalam operasinya. Lebih
jauh lagi, usaha menengah kecil juga menerima sokongan dari pemerintah,
organisasi non-pemerintah, dan bank dalam bentuk kemudahan pajak, donasi,
maupun hibah. Faktor ini berpengaruh besar bagi pembiayaan dalam pembentukan
definisi UKM dan operasional mereka.
4.
Kemampuan Fokus di Sektor yang Spesifik
definisi
UKM tidak wajib untuk memperoleh kuantitas penjualan dalam jumlah besar untuk
mencapai titik balik (break even point – BEP) modal mereka. Faktor ini
memampukan usaha kecil menengah untuk fokus di sektor produk atau pasar yang
spesifik. Contohnya: bisnis kerajinan rumahan bisa fokus menggarap satu jenis
dan model kerajinan tertentu dan cukup melayani permintaan konsumen tertentu
untuk bisa mencapai laba. Berbeda dengan industri kerajinan skala besar yang
diharuskan membayar biaya sewa gedung dan gaji sejumlah besar karyawan sehingga
harus selalu mampu menjual sekian kontainer kerajinan untuk menutup biaya
operasional bulanannya saja.
Di
atas adalah 4 (empat) Kelebihan UKM yang bisa dijadikan sumber motivasi dan
selalu dipertahankan oleh para pengelola usaha kecil menengah.
Kelemahan UKM
Ukuran
usaha kecil menengah selain memiliki kelebihan juga mengandung kekurangan yang
membuat pengelolanya mengalami kesulitan dalam menjalankan tugasnya. Beberapa
permasalahan yang dihadapi dalam mengelola usaha kecil menengah antara lain:
1.
Sempitnya Waktu untuk Melengkapi Kebutuhan
Sebab
sedikitnya jumlah pengambil keputusan dalam usaha kecil menengah, mereka kerap
terpaksa harus pontang-panting berusaha memenuhi kebutuhan pokok bisnisnya,
yakni: produksi, sales, dan marketing. Hal ini bisa mengakibatkan tekanan jadwal
yang besar, membuat mereka tidak bisa fokus menyelesaikan permasalahan satu
persatu.
Tekanan
semacam ini bisa muncul tiba-tiba ketika bisnis mereka memperoleh order dalam
jumlah yang besar, atau beberapa order yang masuk dalam waktu hampir bersamaan.
Lebih dahsyat lagi jika suatu ketika ada lembaga bisnis besar yang merasa
terancam dan mulai melancarkan serangan yang tidak fair demi menyingkirkan
pesaing potensialnya.
2.
Kontrol Ketat atas Anggaran dan Pembiayaan
Usaha
skala kecil umumnya memiliki anggaran yang kecil. Akibatnya, ia kerap kali
dipaksakan membagi-bagi dana untuk membiayai berbagai kebutuhan seefisien
mungkin. Ketidakmampuan untuk mengumpulkan modal yang lebih besar juga memaksa
usaha kecil menengah menjalankan kebijakan penghematan yang ketat, terutama
untuk mencegah kekurangan pembiayaan operasional sekecil apapun. Kekurangan
pembiayaan operasional yang tidak dicegah bisa mengakibatkan kebangkrutan,
sebab kapasitas UKM untuk membayar hutang biasanya hampir tidak ada.
3.
Kurangnya Tenaga Ahli
Usaha
kecil menengah biasanya tidak mampu membayar jasa tenaga ahli untuk
menyelesaikan pekerjaan tertentu. Hal ini merupakan kelemahan usaha kecil
menengah yang sangat serius. Apalagi jika dibandingkan dengan lembaga bisnis
besar yang mampu mempekerjakan banyak tenaga ahli. Kualitas produk barang atau
jasa yang bisa dihasilkan tanpa tenaga ahli sangat mungkin berada di bawah
standar tertentu. Akibatnya, kemampuan persaingan bisnis skala kecil ini di
pasar yang luas bisa sangat kecil.
Perkembangan Jumlah Unit dan Tenaga
Kerja di UKM
Distribusi
jumlah unit usaha menurut skala usaha dan sektor menunujukan bahwa di satu
sisi, UKM memiliki keunggulan atas UB di pertanian dan di sisi lain dapat
dilihat dari jenis produk yang di buat, jenis teknologi dan alat-alat produksi
yang di pakai dan metode produksi yang di terapkan UKM di Indonesia pada
umumnya masih dari kategori usaha “primitif”.
Pentingnya
UKM sebagai salah satu sumber pertumbuhan kesempatan kerja di Indonesia tidak
hanya tercerminkan pada kondisi statis yakni jumlah orang yang bekerja di
kelompok usaha tersebut yang jauh lebih banyak dari pada yang diserap oleh UB,
tetapi tetapi juga dapat dilihat pada kondisi dinamis yakni dari laju
kenaikannya setiap tahun yang lebih tinggi dari pada oleh UB.
Data
statistik menunjukkan jumlah unit usaha kecil mikro dan menengah (UMKM)
mendekati 99,98 % terhadap total unit usaha di Indonesia. Sementara jumlah
tenaga kerja yang terlibat mencapai 91,8 juta orang atau 97,3% terhadap seluruh
tenaga kerja Indonesia. Menurut Syarif Hasan, Menteri Koperasi dan UKM seperti
dilansir sebuah media massa, bila dua tahun lalu jumlah UMKM berkisar 52,8 juta
unit usaha, maka pada 2011 sudah bertambah menjadi 55,2 juta unit. Setiap UMKM rata-rata menyerap 3-5 tenaga
kerja. Maka dengan adanya penambahan sekitar 3 juta unit maka tenaga kerja yang
terserap bertambah 15 juta orang. Pengangguran diharapkan menurun dari 6,8%
menjadi 5 % dengan pertumbuhan UKM tersebut. Hal ini mencerminkan peran serta
UKM terhadap laju pertumbuhan ekonomi memiliki signifikansi cukup tinggi bagi
pemerataan ekonomi Indonesia karena memang berperan banyak pada sektor rill.
Negara
besar dan kaya sumber daya alam seperti Indonesia dengan jumlah penduduk
mendekati seperempat milyar membutuhkan kegiatan ekonomi yang berpijak pada
sektor ril. Investasi swasta (termasuk asing) perlu diarahkan pada penanaman
modal di sektor rill bukan non riil. Aliran dana investasi yang berupa ‘hot
money' hanya akan menciptakan pertumbuhan ekonomi yang semu dan rentan terhadap
gejolak politik. Jika ini terjadi maka dapat mengganggu perekonomian bangsa
secara keseluruhan.
Nilai Output dan Nilai Tambah
Peran
UKM di Indonesia dalam bentuk kontribusi output pertumbuhan PDB cukup besar. Kontribusi UK terhadap pembentukan
PDB lebih kecil dibandingkan kontribusinya terhadap kesempatan kerja/rasio NOL
menunjukkan bahwa tingkat produktivitas di UK lebih rendah dibandingkan di UM
dan di UB .Tingkat produktivitas diukur berdasarkan L dan K (PP/ dari TFP :
produktivitas dari factor-faktor produksi secara total.Pasar yang dilayani UM
berbeda dengan pasar UK.Pasar UM banyak melayani masyarakat berpenghasilan
menengah ke atas dengan elastisitas pendapatan positif.Pasa yangdilayani UK
lebih banyak kelompok pembeli berpenghasilan rendah dengan elastisitas
pendapatan negative.
Salah
satu alternatif untuk menyelesaikan masalah ini adalah pemanfaatan pasar
domestik secara optimal dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dapat menjadi
solusinya. Usaha Kecil dan Menengah (UKM) lebih menyerap tenaga kerja dibandingkan
dengan sektor formal. Karena pada sektor formal dibutuhkan suatu keterampilan
yang khusus yang tidak dimiliki olh sebagian besar pencari kerja. Dengan kata
lain kondisi keterampilan tenaga kerja ini sering tidak sesuai dengan kondisi
keterampilan yang dituntut oleh sektor formal pada umumnya. Berdasarkan prospek
usaha, UKM merupakan sektor yang potensial dalam menciptakan nilai tambah. Akan
tetapi kenyataan menunjukkan bahwa UKM belum maksimal dikembangkan, terbukti
dengan banyaknya kekurangan yang menghambat UKM untuk berkembang. Salah satu
faktor yang sangat berpengaruh yaitu dalam hal permodalan (investasi). Hal
tersebut menghambat UKM untuk meningkatkan skala produksi dan perluasan skala
usaha. Sehingga meskipun potensial dalam penciptaan lapangan kerja, dengan
adanya hambatan tersebut akan menghambat proses penyerapan tenaga kerja dan
perluasan usaha. Salah satunya sektor UKM yang memiliki potensi tersebut yaitu
UKM sektor industri makanan dan minuman.
Hal
ini dapat dilihat dari kontribusi dan peranan UKM sektor industri makanan dan
minuman dalam menyerap tenaga kerja, juga memiliki nilai output dan nilai
tambah yang tinggi. Selain itu UKM industri makanan dan minuman juga dapat
mengoptimalkan pasar domestik. Untuk melihat peranan UKM sektor industri
makanan dan minuman, sehingga tujuan penelitian ini adalah (1) Melihat peranan
UKM sektor industri makanan dan minuman dalam struktur permintaan, investasi
dan nilai tambah bruto, (2) Menganalisa keterkaitannya dengan sektor-sektor
lainnya, (3) Menganalisa dampak penyebaran antara UKM sektor industri makanan
dan minuman dengan sektor lainnya, dan (4) Menganalisa dampak ekonomi yang
ditimbulkan oleh UKM sektor industri makanan dan minuman dalam meningkatkan
penyerapan tenaga kerja berdasarkan efek pengganda (multiplier) output,
pendapatan dan tenaga kerja. Jenis data yang digunakan dalam penelitian
merupakan data sekunder dari Tabel Input-Output UKM nasional tahun 2007
updating dengan matriks berukuran 233×233 yang kemudian diagregasi menjadi
matriks berukuran 33×33 dan juga beberapa data sekunder lainnya.
Sumber
data berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS), Gabungan Pengusaha Makanan dan
Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI), Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan
Menengah, Dinas Tenaga Kerja dan instansi terkait lainnya. Metode yang
digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini adalah metode analisis
Input-Output maupun analisis deskriptif. Pengolahan data dilakukan dengan
bantuan software Microsoft Excell 2003. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa
UKM sektor industri makanan dan minuman mampu mempengaruhi pembentukan output
sektor hulunya terutama sektor industri pengolahan lainnya (besar). Investasi
industri makanan dan minuman kecil, menengah maupun besar menunjukkan nilai
yang sangat kecil. Hal ini terjadi karena sebagian besar UKM sektor industri
makanan dan minuman belum bankable (belum memenuhi syarat berhubungan dengan
bank) sehingga sulit untuk mendapatkan kredit untuk penambahan modal.
Nilai
tambah bruto sektor industri tergolong tinggi, termasuk didalamnya industri
makanan dan minuman yang cukup tinggi. Berdasarkan hasil analisis keterkaitan
baik langsung maupun tidak langsung, industri makanan dan minuman kecil,
menengah dan besar memiliki keterkaitan kebelakang yang lebih besar dibandingkan
dengan nilai keterkaitan kedepannya. Hal ini disebabkan industri makanan dan
minuman kecil, menengah dan besar memiliki keterkaitan yang kuat dengan sektor
hulunya yaitu industri pengolahan lainnya (besar). Nilai keterkaitan ke depan
yang rendah diakibatkan oleh penggunaan output dari industri makanan dan
minuman kecil, menengah dan besar yang lebih banyak dikonsumsi langsung oleh
rumah tangga daripada digunakan sebagai input antara oleh sektor produksi
lainnya.
Ekspor
UKM
yang berorientasi ekspor, menurut (Tambunan, 2003) diklasifikasikan menjadi
dua, yakni Produsen Eksportir Langsung (Direct Exporter) dan Eksportir Tidak
Langsung (Indirect Exporter).
1. UKM Produsen Eksportir Langsung adalah UKM
yang menghasilkan produk ekspor dan menjualnya secara langsung kepada pembeli
dari luar negeri (buyer) atau importir.
2. UKM Eksportir Tidak Langsung adalah UKM
yang menghasilkan produk ekspor, yang melakukan kegiatan ekspor secara tidak
secara langsung dengan buyer/importir, tetapi melalui agen perdagangan ekspor
atau eksportir dalam negeri.
Jumlah
UKM Produsen Ekspor hanya 0,19 persen dari total UKM di Indonesia. Sedangkan
99,81 persen UKM lainnya melakukan ekspor secara tidak langsung dan/atau hanya
melakukan penjualan di pasar domestik. Pada kelompok UKM Produsen Ekspor,
jumlah UKM yang melakukan ekspor sendiri hanya 8,7 persen, sedangkan 91,3
persen UKM lainnya kegiatan ekspor dilakukan oleh importir.
Apabila
ditilik dari nilai pangsa ekspor, pangsa nilai ekspor UKM Eksportir Tidak
Langsung sebesar 99,02 persen, sedangkan pangsa ekspor UKM Produsen Eksportir
sebesar 0,98 persen. Namun demikian, tingkat perolehan keuntungan yang
diperoleh UKM Produsen Eksportir lebih besar dibandingkan dengan UKM Eksportir
Tidak Langsung. Usaha Kecil (UK) yang mempunyai peranan besar dalam ekspor
adalah UK yang mengandalkan keahlian tangan (hand made), seperti kerajinan
perhiasan dan ukiran kayu. Karakteristik tersebut merupakan keunggulan UK, di
mana lebih banyak mengandalkan keterampilan tangan, sehingga cenderung bersifat
padat karya. Usaha skala besar (UB) yang cenderung bersifat padat modal,
tentunya akan sulit masuk ke dalam dunia usaha ini. Di sisi lain, hal ini
memberikan gambaran pentingnya UK dalam penyerapan tenaga kerja,utamanya pada
saat krisis ekonomi.
Negara
tujuan utama ekspor UK secara umum adalah Singapura, namun bila ditilik menurut
komoditas, negara tujuan ekspor relatif beragam. Tingginya nilai ekspor ke
Singapura memberikan gambaran masih terdapat potensi peningkatan nilai tambah
atau economic rent UK terhadap produk yang diekspor, jika dapat langsung
mengekspor ke negara konsumen utama. Hal ini karena Singapura merupakan negara
“transit ekspor”, artinya produk UK yang diekspor ke Singapura akan diekspor
lagi ke negara lain. Walaupun hampir tidak terjadi perubahan orientasi negara
tujuan ekspor, namun pangsa ekspor ke tiap negara tujuan antar waktu cenderung
berfluktuatif.
Terdapat
dua faktor yang mempengaruhi UKM berorientasi ekspor tidak dapat melakukan
ekspor secara langsung, yaitu export trading problem dan financing problem.
1. Export trading problem terjadi karena
tingginya risiko kegiatan ekspor (baik risiko pembayaran maupun pengiriman
barang), adanya tenggang waktu (time lag) dalam pembayaran, dan tingginya biaya
ekspor.
2. Financingproblem terjadi karena
terbatasnya modal yang dimiliki UKM dan finance and guarantee institution
problem, yakni rendahnya dukungan lembaga pembiayaan dan penjaminan ekspor
terhadap UKM. Kondisi tersebut menngakibatkan strategi pemasaran UKM cenderung
menunggu pembeli, sehingga mekanisme perdagangan yang terjadi umumnya adalah
buyer.s market.
Dalam
hal ini adalah ekspor bagi produk yang dihasilkan usaha kecil menengah. Adapun
Beberapa hambatan ekspor UKM antara lain:
(a) Globalisasi perdagangan menuntut semakin tingginya
respon pelaku bisnis terhadap perubahan pasar dan perilaku kondumen khususnya.
Kecepatan perubahan permintaan pasar dan selera konsumen, menuntut produk yang
ditawarkan harus inovatif, beragam dan siklus produk menjadi relatif lebih
pendek. Kemampuan mengakses pasar global, mengadop inovasi produk atau bahkan
mengkreasi inovasi produk yang sesuai kebutuhan pasar, merupakan sederetan
kelemahan yang dimiliki UKM pada umumnya.
(b) Pada umumnya UKM dalam memproduksi
barang/jasanya hanya terkonsentrasi pada sejumlah produk/jasa yang secara
tradisional telah ditangani kelompok pelaku bisnis tertentu dan pada pasar tetu
saja. Oleh karenanya kurang mendorong diversifikasi produk/jasa UKM baik
desain, bentuk maupun fungsi produk yang dihasilkan. Rendahnya tingkat
diversifikasi UKM, memberi kesan bahwa UKM hanya berspesialisasi pada
produk/jasa tradisional yang memiliki keunggulan komparatif seperti pakaian
jadi dan beberapa produk tekstil lainnya, barang barang jadi dari kulit seperti
alas kaki, dan dari kayu, termasuk meubel dan barang kerajinan.
(c) Rendahnya aksesibilitas terhadap sumberdaya
produktif, terutama yang berkaitan dengan pembiayaan, informasi, promosi,
teknologi, dan jaringan bisnis produk ekspor.
Prospek UKM Dalam Era Perdagangan
Bebas Dan Globalisasi Dunia
Globalisasi
perekonomian dunia juga memperbesar ketidakpastian terutama karena semakin
tingginya mobilisasi modal, manusia, dan sumber daya produksi lainnya.
Kemampuan UKM bertahan selama ini di Indonesia menunjukan potensi kekuatan yang
dimiliki UKM Indonesia untuk menghadapi perubahan-perubahan dalam perdagangan
dan perekonomian dunia di masa depan.
Sifat
Alami dari Keberadaan UKM
Relatif
lebih baiknya UK dibadingkan UM atau UB dalam menghadapi krisis ekonomi tahun
1998 tidak lepas dari sifat alami dari keberadaan UK yang berbeda dengan sifat
alami dari keberadaan UM apalagi UB di Indonesia.
Sifat
alami yang berbeda ini sangat penting untuk dipahami agar dapat mempredisikan
masa depan UK atau UKM.
UK
pada umumnya membuat barang-barang konsumsi sederhana untuk kebutuhan kelompok
masyarakat berpenghasilan rendah. Sebagian dari pengusaha kecil dan pekerjanya
di Indonesia adalah kelompok masyarakat berpandidikan randah (SD) dan
kebanyakan dari mereka menggunakan mesin serta alat produksi sederhana atau
implikasi dari mereka sendiri. UK sebenarnya tidak terlalu tergantung pada
fasilitas-fasilitas dari pemerintah termasuk skim-skim kredit murah.
Untuk
mengetahui besarnya dampak dan proses terjadinya dampak tersebut dari suatu
gejolak ekonomi seperti krisis tahun 1998 terhadap UK perlu dianalisis dari dua
sisi :
– Penawaran
– Permintaan
Dari
sisi penawaran, pada saat krisis berlangsung banyak pengusaha-pengusaha kecil
terpaksa menutup usaha mereka karena mahalnya biaya pengadaan bahan baku dan
input lainnya terutama yang diimpor akibat apresiasi nilai tukar rupiah
terhadap dollar AS.
Namun,
krisis ekonomi tahun 1998 memberi suatu dorongan positif bagi pertumbuhan UK
(dan mungkin hingga tingkat tertentu bagi pertumbuhan UM) di Indonesia. Bagi
banyak orang khususnya dari kelompok masyarakat berpendapatan rendah atau
penduduk miskin UK berperan sebagai salah satu the last resort yang memberi
sumber pendapatan secukupnya atau penghasilan tambahan.
Dari
sisi permintaan salah satu dampak negatif dari krisis ekonomi tahun 1998 yang
sangat nyata adalah merosotnya tingkat pendapatan riil masyarakat per kapita.
UK di Indonesia hingga saat ini tetap ada bahkan jumlahnya terus bertambah
walaupun mendapat persaingan ketat dari UM, UB dan dari produk-produk M serta
iklim berusaha yang selama ini terlalu kondusif akibat kebijakan-kebijakan
pemerintah yang dalam prakteknya tidak terlalu “pro” UK.
Pada
umumnya produk-produk buatan UK adalah dari kategori inferior yang harganya
relatif murah daripada harga dari produk sejenis buatan UM dan UB atau M.
Struktur pasar output dualisme ini yang membuat UK bisa bertahan dalam
persaingan dengan UM, UB dan produk-produk M.
Kemampuan
UKM
Dalam
era perdagangan bebas dan globalisasi perekonomian dunia terdapat tiga faktor
kompetitif yang akan menjadi dominan dalam menentukan bagus tidaknya prospek
dari suatu usaha antara lain:
1. Kemajuan Teknologi
2. Penguasaan ilmu pengetahuan
3. Kualitas SDM yang tinggi
(profesionalisme)
Sayangnya,
ketiga faktor keunggulan kompetitif tersebut masih merupakan kelemahan utama
dari sebagian besar UKM (terutama UK) di Indonesia.
SUMBER
0 komentar:
Posting Komentar